kata

Selamat Datang di Blog saya,,, semoga bermanfaat :)

Antropologi Budaya

Hubungan Antara Komunikasi Antarbudaya dan Ilmu Dakwah 

Memahami Ilmu Dakwah
Ilmu dalam konteks bahasa arab adalah seluruh pengetehuan (knowledge), menyangkut seluruh ilmu, baik yang ilmiah atau yang tidak ilmiah termasuk ilmu laduni, pelet, teluh dan lain-lain.sedangkan dalam konteks bahasa indonesia, ilmu artinya sains, bagian dari ilmu dalam konteks bahasa arab.
Ilmu dalam arti sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah atau metode keilmuan, karakteristik yang baku adalah rasional dan empiris. Metode keilmuan inilah yang membedakan ilmu dengan buah pikiran atau pengetahuan lainnya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui sebagai kesan yang terdapat dalam pikiran manusia sebagai hasil sentuhan dengan objek tertentu. Ketika pengetahuan ini diperoleh melalui proses keilmuan maka akan disebut ilmu. Maka dengan kata lain ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis (diantaranya memiliki objek dan metode keilmuan yang jelas), logis, empiris dan objektif (bersifat Universal). Dakwah sebagaimana diketahui sebelumnya adalah mengajak atau menyeru kepada umat manusia menuju kepada jalan Allah (jalan kebaikan), memerintah yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, baik secara lisan, tulisan atau perbuatan dalam rangka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Jadi secara sederhana ilmu dakwah adalah ilmu yang mengkaji tentang upaya mengajak umat manusia kepada jalan Allah, dibangun dan dikembangkan dengan metode ilmiah sehingga dapat berfungsi dalam rangka memahami, memprediksi (prediction), menjelaskan (explanation) dan mengontrol (control) berbagai fenomena dan persoalan yang terkait dengan dakwah.
Bertolak dari pemahaman dakwah dan ilmu dakwah, maka kegiatan dakwah berbeda dengan kegiatan ilmu dakwah. Selain itu bidang telaah ilmu dakwah juga berbeda dengan agama atau teologi. Dalam kajian ilmu dakwah tidak lagi banyak membicarakan tentang kewajiban berdakwah pada setiap pribadi muslim, pahala atau dosa bagi yang menjalankannya atau tidak. Akan tetapi membahas dan mengkaji gejala-gejala sosial sebagai akibat dari proses dakwah.
Objek Ilmu dakwah
Ilmu dakwah sebagai sebuah disiplin ilmu memiliki objek kajian tersendiri. Objek ilmu dakwah terbagi menjadi dua yaitu objek material dan formal. Objek material ilmu dakwah adalah ajaran pokok agama islam (Al-Qur’an dan As Sunnah) serta manifestasinya dalam semua aspek kegiatan dan kehidupan umat islam dalam sepanjang sejarah islam. Sedangkan objek formal ilmu dakwah adalah mengkaji atau mengungkap salah satu aspek dari objek material, yaitu aspek yang berhubungan dengan kegiatan yang mengajak umat manusia beramar Ma’ruf dan nahi Munkar, supaya manusia masuk ke jalan Allah dalam semua segi kehidupan.
Selanjutnya Syukriadi Sambas memperkuat pernyataan ini dengan pernyataannya bahwa objek material ilmu dakwah adalah perilaku keislaman dalam berislam yang sumber pokoknya Al-qur’an dan As Sunnah, dan objek formalnya adalah aspek spesifik yaitu perilaku keislaman dalam melakukan dakwah. Terbagi menjadi  beberapa bentuk kajian, diantaranya :
Kajian Tabligh ; Dimensi kegiatan komunikasi dan penyiaran islam, bersasaran massal atas dasar pola kecenderungan masalah yang berkembang dalam masyarakat secara umum dalam semua segi kehidupan yang berdampak pada arah perkembangan sistem dan sejarah kehidupan jamaah atau umat islam.
Kajian Irsyad ; Dimensi kegiatan bimbingan dan penyuluhan islam yang bersasaran individual dan kelompok kecil atas dasar masalah khusus (kasuistik) dalam semua kehidupan yang berdampak pada kehidupan individu dan keluarga.
Kajian Tadbir ; Dimensi ini merupakan aspek Organisasional kegiatan dakwah yang mencakup pengelolaan kegiatan dakwah itu sendiri dengan mengembangkan dan memberdayakan lembaga-lembaga islam.
Kajian Tathwir ; Merupakan sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model penyelesaian masalah umat dalam bidang sosial, ekonomi dan lingkungan dalam perspektf islam. Dengan kata lain dimensi pengembangan kehidupan muslim dalam aspek kultur universal, yakni pentransformasian ajaran islam melalui aksi amal sholeh berupa pemberdayaan sumber daya insani dan sumber daya lingkungan.
Metode Ilmu Dakwah
Metode dakwah adalah cara kerja yang ditempuh ilmu dakwah dalam menggali, merumuskan dan mengembangkan teori dakwah atau cara kerja untuk memahami objek kajian ilmu dakwah. Hal ini sejalan dengan tujuan ilmu dakwah yaitu untuk menggali sebanyak mungkin teori-teori yang berkaitan dengan aktivitas dakwah islam. Untuk menggalinya ini diperlukan langkah kerja yaitu metode ilmu dakwah. Dengannya akan dapat memahami dan mengembangkan disiplin ilmu dakwah.
Menurut Syukriadi Sambas metode dakwah dapat dirumuskan menjadi tiga langkah kerja yang Ia sebut sebagai ‘Pendekatan Tiga M (tiga Manhaj)’, yaitu manhaj Istinbath, Iqtibas dan Istiqra.
1. Manhaj Istinbath, yaitu : langkah kerja (metode) untuk menggali, merumuskan dan mengembangkan teori-teori dakwah atau memahami hakikat dakwah dengan merujuk atau menurunkan dari Al-qur’an dan As sunnah.
2. Manhaj Iqtibas, yaitu : Suatu langkah kerja (metode) untuk menggali, merumuskan dan mengembangkan teori-teotri dakwah atau memahami hakikat dakwah dengan meminjam atau meminta bantuan dari ilmu-ilmu sosial. Meminta bantuan dalam arti bukan meng-copy atau menjiplak. Hal ini sudah biasa dalam dunia keilmian adanya pendekatan lintas disipliner. Dalam khasanah keilmuan dakwah disebut ilmu bantu.
3. Manhaj Istiqra, yaitu : Suatu langkah kerja (metode) untuk menggali, merumuskan dan mengembangkan teori-teotri dakwah atau memahami hakikat dakwah dengan melakukan penelitian, baik penelitian refereni atau lapangan. Umpamanya meneliti metode dakwah Abdullah Gymnastiar.[1]

Komunikasi Antarbudaya sebagai Ilmu Bantu dalam mengembangkan Ilmu Dakwah
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan.[2] Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda. Cara kita berkomunikasi sangat bergantung pada budaya kita : bahasa, aturan, dan norma kita masing-masing.[3]
Kemudian dalam kaitannya dengan ilmu dakwah adalah pada tujuan dan fungsi dari komunikasi antarbudaya itu sendiri. Tujuan studi dari komunikasi antar budaya menurut Litvin bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk mempelajari keterampilan komunikasi yang membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.[4] Tentunya dengan terlebih dahulu kita perluas dan perdalam pemahaman kita terhadap kebudayaan seseorang tersebut.
Selanjutnya dalam segi fungsi, seperti yang kita ketahui sebelumnya, ilmu dakwah adalah ilmu yang mengkaji tentang upaya mengajak umat manusia kepada jalan Allah, dibangun dan dikembangkan dengan metode ilmiah sehingga dapat berfungsi dalam rangka memahami, memprediksi (prediction), menjelaskan (explanation) dan mengontrol (control) berbagai fenomena dan persoalan yang terkait dengan dakwah.
Metode ilmiah yang dimaksud oleh Ilmu Dakwah, tercantum pula pada Komunikasi antarbudaya seperti yang dipaparkan DR. Alo Liliweri pada bukunya “Dasar-dasat komunikasi antar budaya”. Bahwa menurut beliau komunikasi antar budaya memiliki Fungsi sosial, diantaranya :
Sosialisasi Nilai
Sosialisasi nilai merupakan fungsi untuk mengajarkan dan mengenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
Menjembatani
Dalam poses komunikasi antar peibadi, termasuk komunikasi antar budaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan diantara mereka. Fungsi menjembantani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama.
Pengawasan
Praktek komunikasi antarbudaya diantara komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan perkembangan tentang lingkungan.[5]
Dengan adanya ketiga fungsi komunikasi antarbudaya tersebut, komunikasi antarbudaya dapat dijadikan sebagai ilmu bantu dalam mengembangkan ilmu dakwah. Dalam hal ini yang dimaksud adalah Dakwah Syu’ubiyah Qabailiyah (dakwah antar suku, budaya dan bangsa), dimana Da’i dan mad’u berbeda suku dan budaya dalam satu kesatuan bangsa atau pun berbeda bangsa. [6]
Sebagai pengembang teoritis dakwah, komunikasi antarbudaya dapat menjelaskan secara sistematis fenomena yang berkembang berkaitan dengan proses dakwah (fungsi pengawasan), kontrol (pengendalian) suatu fenomena yang berkaitan dengan proses kegiatan dakwah dengan harapan agar fenomena itu dapat terjadi sesuai dengan tujuan yang hendak di capai (fungsi menjembatani), serta mampu memberikan penjelasan berbagai fenomena di suatu masyarakat, agar pengembangan dan pelaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien (fungsi sosialisasi nilai).

DAFTAR PUSTAKA
·         Enjang, Aliyudin. Dasar-dasar ilmu dakwah. 2009. Bandung : Widya Padjadjaran
·         Liliweri, Alo. Dasar-dasat komunikasi antar budaya. 2011. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
·         Mulyana, Deddy,  Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi antarbudaya. 1998. Bandung : Remaja Rosda Karya


[1] Enjang, Aliyudin. Dasar-dasar ilmu dakwah. 2009. Bandung : Widya Padjadjaran. Halaman 24-34
[2] Liliweri, Alo. Dasar-dasat komunikasi antar budaya. 2011. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Halaman 9
[3] Mulyana, Deddy,  Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi antarbudaya. 1998. Bandung : Remaja Rosda Karya. Halaman vi
[4] Mulyana, Deddy,  Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi antarbudaya. 1998. Bandung : Remaja Rosda Karya. Halaman xi
[5] Liliweri, Alo. Dasar-dasat komunikasi antar budaya. 2011. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Halaman 39-41
[6] Enjang, Aliyudin. Dasar-dasar ilmu dakwah. 2009. Bandung : Widya Padjadjaran. Halaman 69

Tidak ada komentar:

Posting Komentar