Hubungan Antara Komunikasi Antarbudaya dan Ilmu Dakwah
Memahami
Ilmu Dakwah
Ilmu dalam
konteks bahasa arab adalah seluruh pengetehuan (knowledge), menyangkut seluruh
ilmu, baik yang ilmiah atau yang tidak ilmiah termasuk ilmu laduni, pelet,
teluh dan lain-lain.sedangkan dalam konteks bahasa indonesia, ilmu artinya
sains, bagian dari ilmu dalam konteks bahasa arab.
Ilmu dalam
arti sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah atau metode
keilmuan, karakteristik yang baku adalah rasional dan empiris. Metode keilmuan
inilah yang membedakan ilmu dengan buah pikiran atau pengetahuan lainnya.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui sebagai kesan yang terdapat
dalam pikiran manusia sebagai hasil sentuhan dengan objek tertentu. Ketika pengetahuan
ini diperoleh melalui proses keilmuan maka akan disebut ilmu. Maka dengan kata
lain ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis (diantaranya
memiliki objek dan metode keilmuan yang jelas), logis, empiris dan objektif
(bersifat Universal). Dakwah sebagaimana diketahui sebelumnya adalah mengajak
atau menyeru kepada umat manusia menuju kepada jalan Allah (jalan kebaikan),
memerintah yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, baik secara lisan, tulisan
atau perbuatan dalam rangka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Jadi secara
sederhana ilmu dakwah adalah ilmu yang mengkaji tentang upaya mengajak umat
manusia kepada jalan Allah, dibangun dan dikembangkan dengan metode ilmiah
sehingga dapat berfungsi dalam rangka memahami, memprediksi (prediction),
menjelaskan (explanation) dan mengontrol (control) berbagai
fenomena dan persoalan yang terkait dengan dakwah.
Bertolak
dari pemahaman dakwah dan ilmu dakwah, maka kegiatan dakwah berbeda dengan
kegiatan ilmu dakwah. Selain itu bidang telaah ilmu dakwah juga berbeda dengan
agama atau teologi. Dalam kajian ilmu dakwah tidak lagi banyak membicarakan
tentang kewajiban berdakwah pada setiap pribadi muslim, pahala atau dosa bagi
yang menjalankannya atau tidak. Akan tetapi membahas dan mengkaji gejala-gejala
sosial sebagai akibat dari proses dakwah.
Objek Ilmu
dakwah
Ilmu dakwah
sebagai sebuah disiplin ilmu memiliki objek kajian tersendiri. Objek ilmu
dakwah terbagi menjadi dua yaitu objek material dan formal. Objek material ilmu
dakwah adalah ajaran pokok agama islam (Al-Qur’an dan As Sunnah) serta
manifestasinya dalam semua aspek kegiatan dan kehidupan umat islam dalam
sepanjang sejarah islam. Sedangkan objek formal ilmu dakwah adalah mengkaji
atau mengungkap salah satu aspek dari objek material, yaitu aspek yang
berhubungan dengan kegiatan yang mengajak umat manusia beramar Ma’ruf dan nahi
Munkar, supaya manusia masuk ke jalan Allah dalam semua segi kehidupan.
Selanjutnya
Syukriadi Sambas memperkuat pernyataan ini dengan pernyataannya bahwa objek
material ilmu dakwah adalah perilaku keislaman dalam berislam yang sumber
pokoknya Al-qur’an dan As Sunnah, dan objek formalnya adalah aspek spesifik
yaitu perilaku keislaman dalam melakukan dakwah. Terbagi menjadi beberapa
bentuk kajian, diantaranya :
Kajian Tabligh
; Dimensi kegiatan komunikasi dan penyiaran islam, bersasaran massal atas dasar
pola kecenderungan masalah yang berkembang dalam masyarakat secara umum dalam
semua segi kehidupan yang berdampak pada arah perkembangan sistem dan sejarah
kehidupan jamaah atau umat islam.
Kajian
Irsyad ; Dimensi kegiatan bimbingan dan penyuluhan islam yang bersasaran
individual dan kelompok kecil atas dasar masalah khusus (kasuistik) dalam semua
kehidupan yang berdampak pada kehidupan individu dan keluarga.
Kajian Tadbir
; Dimensi ini merupakan aspek Organisasional kegiatan dakwah yang mencakup
pengelolaan kegiatan dakwah itu sendiri dengan mengembangkan dan memberdayakan
lembaga-lembaga islam.
Kajian
Tathwir ; Merupakan sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model
penyelesaian masalah umat dalam bidang sosial, ekonomi dan lingkungan dalam
perspektf islam. Dengan kata lain dimensi pengembangan kehidupan muslim dalam
aspek kultur universal, yakni pentransformasian ajaran islam melalui aksi amal
sholeh berupa pemberdayaan sumber daya insani dan sumber daya lingkungan.
Metode Ilmu
Dakwah
Metode
dakwah adalah cara kerja yang ditempuh ilmu dakwah dalam menggali, merumuskan
dan mengembangkan teori dakwah atau cara kerja untuk memahami objek kajian ilmu
dakwah. Hal ini sejalan dengan tujuan ilmu dakwah yaitu untuk menggali sebanyak
mungkin teori-teori yang berkaitan dengan aktivitas dakwah islam. Untuk
menggalinya ini diperlukan langkah kerja yaitu metode ilmu dakwah. Dengannya
akan dapat memahami dan mengembangkan disiplin ilmu dakwah.
Menurut
Syukriadi Sambas metode dakwah dapat dirumuskan menjadi tiga langkah kerja yang
Ia sebut sebagai ‘Pendekatan Tiga M (tiga Manhaj)’, yaitu manhaj Istinbath,
Iqtibas dan Istiqra.
1. Manhaj
Istinbath, yaitu : langkah kerja (metode) untuk menggali, merumuskan dan
mengembangkan teori-teori dakwah atau memahami hakikat dakwah dengan merujuk
atau menurunkan dari Al-qur’an dan As sunnah.
2. Manhaj
Iqtibas, yaitu : Suatu langkah kerja (metode) untuk menggali, merumuskan dan
mengembangkan teori-teotri dakwah atau memahami hakikat dakwah dengan meminjam
atau meminta bantuan dari ilmu-ilmu sosial. Meminta bantuan dalam arti bukan
meng-copy atau menjiplak. Hal ini sudah biasa dalam dunia keilmian
adanya pendekatan lintas disipliner. Dalam khasanah keilmuan dakwah disebut
ilmu bantu.
3. Manhaj
Istiqra, yaitu : Suatu langkah kerja (metode) untuk menggali, merumuskan dan
mengembangkan teori-teotri dakwah atau memahami hakikat dakwah dengan melakukan
penelitian, baik penelitian refereni atau lapangan. Umpamanya meneliti metode
dakwah Abdullah Gymnastiar.[1]
Komunikasi
Antarbudaya sebagai Ilmu Bantu dalam mengembangkan Ilmu Dakwah
Komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh mereka yang
berbeda latar belakang kebudayaan.[2]
Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan
karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda. Cara kita berkomunikasi
sangat bergantung pada budaya kita : bahasa, aturan, dan norma kita
masing-masing.[3]
Kemudian
dalam kaitannya dengan ilmu dakwah adalah pada tujuan dan fungsi dari
komunikasi antarbudaya itu sendiri. Tujuan studi dari komunikasi antar budaya
menurut Litvin bersifat kognitif dan afektif, yaitu untuk mempelajari
keterampilan komunikasi yang membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi
komunikasinya sendiri.[4]
Tentunya dengan terlebih dahulu kita perluas dan perdalam pemahaman kita
terhadap kebudayaan seseorang tersebut.
Selanjutnya
dalam segi fungsi, seperti yang kita ketahui sebelumnya, ilmu dakwah adalah
ilmu yang mengkaji tentang upaya mengajak umat manusia kepada jalan Allah,
dibangun dan dikembangkan dengan metode ilmiah sehingga dapat berfungsi dalam
rangka memahami, memprediksi (prediction), menjelaskan (explanation)
dan mengontrol (control) berbagai fenomena dan persoalan yang terkait
dengan dakwah.
Metode
ilmiah yang dimaksud oleh Ilmu Dakwah, tercantum pula pada Komunikasi
antarbudaya seperti yang dipaparkan DR. Alo Liliweri pada bukunya “Dasar-dasat
komunikasi antar budaya”. Bahwa menurut beliau komunikasi antar budaya memiliki
Fungsi sosial, diantaranya :
Sosialisasi
Nilai
Sosialisasi
nilai merupakan fungsi untuk mengajarkan dan mengenalkan nilai-nilai kebudayaan
suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
Menjembatani
Dalam poses
komunikasi antar peibadi, termasuk komunikasi antar budaya, maka fungsi
komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan
jembatan atas perbedaan diantara mereka. Fungsi menjembantani itu dapat
terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling
menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang
sama.
Pengawasan
Praktek
komunikasi antarbudaya diantara komunikator dan komunikan yang berbeda
kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi
antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan perkembangan tentang
lingkungan.[5]
Dengan
adanya ketiga fungsi komunikasi antarbudaya tersebut, komunikasi antarbudaya
dapat dijadikan sebagai ilmu bantu dalam mengembangkan ilmu dakwah. Dalam hal
ini yang dimaksud adalah Dakwah Syu’ubiyah Qabailiyah (dakwah antar suku,
budaya dan bangsa), dimana Da’i dan mad’u berbeda suku dan budaya dalam satu
kesatuan bangsa atau pun berbeda bangsa. [6]
Sebagai
pengembang teoritis dakwah, komunikasi antarbudaya dapat menjelaskan secara
sistematis fenomena yang berkembang berkaitan dengan proses dakwah (fungsi
pengawasan), kontrol (pengendalian) suatu fenomena yang berkaitan dengan proses
kegiatan dakwah dengan harapan agar fenomena itu dapat terjadi sesuai dengan
tujuan yang hendak di capai (fungsi menjembatani), serta mampu memberikan
penjelasan berbagai fenomena di suatu masyarakat, agar pengembangan dan
pelaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien (fungsi sosialisasi
nilai).
DAFTAR PUSTAKA
·
Enjang,
Aliyudin. Dasar-dasar ilmu dakwah. 2009. Bandung : Widya Padjadjaran
·
Liliweri,
Alo. Dasar-dasat komunikasi antar budaya. 2011. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
·
Mulyana,
Deddy, Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi antarbudaya. 1998. Bandung :
Remaja Rosda Karya
[2] Liliweri, Alo. Dasar-dasat
komunikasi antar budaya. 2011. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Halaman 9
[3] Mulyana, Deddy, Jalaluddin
Rakhmat. Komunikasi antarbudaya. 1998. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Halaman vi
[4] Mulyana, Deddy, Jalaluddin
Rakhmat. Komunikasi antarbudaya. 1998. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Halaman xi
[5] Liliweri, Alo. Dasar-dasat
komunikasi antar budaya. 2011. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Halaman 39-41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar